Wednesday 2 March 2011

Haji


A.       Wajib, Syarat, dan Rukun Haji
1.    Wajib Haji
Amalan wajib yang harus dikerjakan, apabila karena suatu sebab amalan tersebut tidak dapat dilaksanakan maka ibadah haji dari seseorang tetap sah akan tetapi diwajibkan membayar dam (denda)
a.       Berihram di miqat
Ihram adalah
Terdapat ketentuan yang berkaitan dengan waktu dan tempat bagi jamaah haji untuk memulai mengucapkan niat haji dan memakai pakaian ihram. Waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan ibadah haji  (miqat zamani) yaitu tanggal 1 Syawal sampai 10 Dzulhijjah sebelum fajar. SSedangkan tempat yang ditetapkan Rasulullah SAW sebagai lokasi dimulainya ibadah haji (miqat makani) adalah Dzul Hulaifah (Bir Ali): miqat bagi jamaah yang melewati madinah; Dzatu ‘Irqin: miqat jamaah yang berasal dari timur, seperti irak, kuwait, iran; Qarnul Manazil adalah miqat bagi orang yaman dan hijaz; Yalamlam adalah miqat bagi jamaah yang datang dari arah selatan; Juhfah atau Robigh adalah miqat bagi jamaah yang berasal dari mesir, libia, tunis, maroko; jeddah adalah miqat jamaah yang menggunakan jasa transportasi pesawat terbang
b.      Mabit di muzdalifah
Mabit atau bermalam di muzdalifah merupakan wajib haji. Namun para ulama memberikan pendapat yang berbeda terhadap ketentuan bermalam. Ahman Ibn Hambal mengatakan bahwa mabit di muzdalifah adalah tidur sampai subuh, sedangkan ulama yang lain menyatakan berhenti sejenak pada waktu malam. Jamaah haji yang tidak melaksanakan mabit diwajibkan membayar dam berupa menyembeli seekor kambing, jika tidak mampu maka berpuasa selama tiga hari di tanah suci dan tujuh hari di tanah air, dan jika tidak mampu melaksanakan yang tiga hari maka puasanya diganti dengan sepuluh hari di tanah air.
c.       Mabit di mina
Bermalamnya jamaah hai di Mina pada  tanggal 11-12-13 Dzulhijjah. Para ulama memberikan status hukum yang berbeda terhadap persoalan bermalam di Mina. Asy-Syafi’i , Imam Malik, dan Ahmad Ibn Hambal mengatakan bahwa Mabit di Mina adalah Wajib Haji. Sedangkan Imam Hanafi mengganggap sebagai sunnah haji.
Dam yang diberlakukan bagi jamaah yang tidak melaksanakan mabit di Mina sama dengan mabit di Muzdalifah. Namun terdapat sedikit perbedaan, jika meninggalkan mabit satu malam maka dikenai fidyah 1 mud (3/4 liter makanan pokok) dan jika dua malam yang ditinggalkan wajib membayar fidyah 2 mud. [1]
d.      Melempar jumrah
Lempar jumrah atau lontar jumrah adalah sebuah kegiatan yang merupakan bagian dari ibadah haji tahunan ke kota suci Mekkah, Arab Saudi. Para jemaah haji melemparkan batu-batu kecil ke tiga tiang (jumrah; bahasa Arab: jamarah, jamak: jamaraat) di kota Mina yang terletak dekat Mekkah.
Para jemaah mengumpulkan batu-batuan tersebut dari tanah di hamparan Muzdalifah dan meleparkannya. Kegiatan ini adalah kegiatan kesembilan dalam rangkaian kegiatan-kegiatan ritual yang harus dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji, dan umumnya menarik jumlah peserta yang sangat besar (mencapai lebih dari sejuta jemaah).
e.       Thawaf wada’
Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dimulai dari arah yang sejajar dengan Hajar Aswad dan Ka'bah selalu ada di sebelah kiri (berputar berlawanan arah jarum jam).
·        Syarat tawaf adalah:
1.      Suci dari hadas besar, hadas kecil, dan najis
2.      Menutup aurat
3.      Melakukan 7 kali putaran berturut-turut
4.      Mulai dan mengakhiri tawaf di tempat yang sejajar dengan Hajar Aswad
5.      Ka'bah selalu berada di sisi kiri
6.      Bertawaf di luar Ka'bah
·        Sedangkan sunah tawaf adalah:
1.      Menghadap Hajar Aswad ketika memulai tawaf
2.      Berjalan kaki
3.      al-idtibâ, yaitu meletakkan pertengahan kain ihram di bawah ketiak tangan kanan dan kedua ujungnya di atas bahu kiri
4.      Menyentuh Hajar Aswad atau memberi isyarat ketika mulai tawaf
5.      Niat.
Niat untuk tawaf yang terkandung dalam ibadah haji hukumnya tidak wajib karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji, tetapi kalau tawaf itu bukan dalam ibadah haji, maka hukum niat tawaf menjadi wajib, seperti dalam tawaf wada' dan tawaf nazar.
6.      Mencapai rukun yamanî (pada putaran ke-7) dan mencium atau menyentuh Hajar Aswad
7.      Memperbanyak doa dan zikir selama dalam tawaf
8.      Tertib, dilaksanakan secara berurutan
·        Macam-macam tawaf adalah:
1.      Tawaf ifâdah
Tawaf sebagai rukun haji yang apabila ditinggalkan maka hajinya menjadi tidak sah.
2.      Tawaf ziyârah
Tawaf kunjungan, sering juga disebut tawaf qudûm, yaitu tawaf yang dilakukan setibanya di kota Mekah.
3.      Tawaf sunah
Tawaf yang dapat dilakukan kapan saja.
4.      Tawaf wada'
Tawaf perpisahan, yaitu tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan Mekah setelah selesai melakukan seluruh rangkaian ibadah haji.
2.    Syarat Haji
Secara etimologi syarat memiliki arti segala sesuatu yang harus ada; segala sesuatu yang diperlukan untuk tercapainya suatu maksud.[2] Sedangkan kaitannya dengan haji, syarat dipahami dengan segala sesuatu yang harus ada dan diperlukan untuk tercapainya ibadah haji dari seseorang.
Ibn Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid[3] menggolongkan syarat-syarat haji menjadi dua hal:


1.      Syarat sah haji
a.       Islam
Menurut Ibn Rusyd jumhur ulama sepakat bahwa Islam adalah salah satu syarat sah dari ibadah haji. Sedangkan orang kafir tidak sah hukumnya jika melaksanakan haji. Pendapat ini dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَان
(HR. Bukhari)
Artinya: Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Islam dibangun atas lima hal (rukun) Persaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan
Redaksi hadits yang menyebutkan kata al-Islamu yang menjadikan ibadah haji hanya diwajibkan bagi setiap orang muslim 
b.      Batasan Usia
Yang dimaksud dengan Taklif adalah baligh dan berakal. Para imam madzhab berbeda pendapat mengenai permasalahan usia seseorang yang melaksanakan ibadah haji. Imam malik dan Imam Syari’i memperbolehkan anak-anak melaksanakan ibadah haji dan menganggap ibadahnya sah. Dasar huku yang dibapai oleh keduanya adalah hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra.:
أن امرأة رفعت إليه عليه الصلاة والسلام صبياً، فقالت: ألهذا حج يا رسول الله؟ قال: نعم، ولك أجر».
Ada seseorang wanita membawa seorang anak laki-laki kemudian ditunjukkan kepada Rasulullah SAW. Perempuan itu bertanya: Apakan anak ini boleh melaksanakan haji, wahai Rasulullah SAW? Beliau menjawab: “ya boleh, dan bagimu pahala”.
Sedangkan imam Abu Hanifah mengatakan bahwa hajinya anak kecil tidak sah, karena ibadah tidak bisa dianggap sah apabila orang yang melakukannya belum sempurna akalnya.
Para ulama malikiyah terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang memperbolehkan anak-anak melaksanakan ibadah haji dan sah ibadahnya apabila ia telah boleh melaksanakan ibadah shalat, yaitu ketika berusia antara tuju sampai sepuluh tahun.   [4]
2.      Syarat Wajib Haji
Syarat wajib dari ibadah haji adalah:
a.       Islam
Ibn rusyd kembali menegaskan bahwa jumhur ulama menyatakan ibadah haji hanya diwajibkan untuk umat Islam saja, sedangkan untuk orang kafir tidak di kenai pembebanan ini. 
b.      Mampu[5]
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji. Sebagaimana firman Allah SWT
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  
Artinya: padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran: 92)
Meskipun demikian, para ulama fiqh memberikan interpretasi yang berbeda-beda terhadap ayat di atas.
Kemampuan yang dimaksudkan dalam ayat di atas menurut imam syafi’i, imam abu hanifah, dan imam ahmad adalah kemampuan secara fisik dan finansial sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan Umar Ibn Khattab
Menurut imam malik orang yang mampu berjalan kaki tidak disyaratkan mampu dalam pembiayaan kendaraan. Selain itu, seseorang tetap wajib menjalankan haji meskipun tanpa bekal. Bekal tersebut bisa dicari selama perjalanan meskipun dengan meminta-minta. Hadits yang menjadi dasar perbedaan pendapat di atas adalah:
أنه سئل: ما الاستطاعة؟ فقال: «الزاد، والراحلة
Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya mengenai kriteria mampu, kemudian beliau menjawab: mampu artinya mempunyai bekal hidup dan biaya kendaraan (HR. Tirmidzi)
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah menerapkan hadits ini untuk setiap orang mukallaf sedangkan imam malik menerapkannya hanya untuk orang yang tidak mampu berjalan kaki dan mencari bekal diperjalanan.
M. Saleh Putuhena mengatakan ada beberapa kriteria seseorang yang mampu dan diwajibkan haji
1.      Sehat badan, jika seseorang sakit atau terlalu tua maka ia tidak dikenai kewajiban melaksanakan haji
2.      Keadaan dalam perjalanan aman
3.      Memiliki harta yang cukup sebagai bekal selama menjalankan ibadah haji
4.      Tidak ada halangan yang menyebabkan seseorang tidak boleh melaksanakan haji misalnya dipenjara.
Putuhena kemudian mengutip pendapat Rasyid Ridha yang menyatakan bahwa calon jamaah haji harus membawa bekal dan tidak diperkenankan untuk meminta-minta. Sedangkan Muhammad Abduh menyatakan bahwa bekal bukanlah sesuatu yang wajib ada akan tetapi sebagai sesuatu yang menyertai. Sebab, jika diwajibkan akan membuat jamaah haji menjadi khawatir.  
c.       Baligh
baligh dapat dibagi menjadi dua bagian, secara fisik dan psikis
baligh secara fisik dapat dilihat berdasarkan usia dan perubahan-perubahan struktur  tubuh dari seseorang
Sedangkan secara psikis baligh ditandai dengan mampunya seseorang melakukan komunikasi secara baik dengan orang lain dan mampu mejalankan peribadatan sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa.
d.      Berakal sehat
Seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji diwajibkan sehat jasmani maupun rohani.  Tidak mengalami ganguan-gangguan kejiwaan seperti gila. Jika orang yang gila diperkenankan melaksanakan ibadah haji dikhawatirkan menggangu jamaah haji lain dan pelaksanaan ibadah hajinya tidak sesuai dengan rukunnya karena kesadarannya telah hilang. 
e.       Merdeka
Seorang budak tidak diperkenankan menjalankan ibadah haji karena dirinya dan segala sesuatu yang dimilikinya adalah milik tuannya. Namun, dalam konteks saat ini perbudakan telah dihapuskan dengan berbagai deklarasi perlindungan hak asasi manusia. Hal ini menjadikan setiap orang memiliki hak untuk menjalankan ibadah haji[6]
3.    Rukun haji
Rukun secara etimologi adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi rukun ialah suatu bagian dari ibadah yang tidak boleh ditinggalkan. Apabila salah satunya tidak dikerjakan maka ibadahnya batal.
Adapun rukun haji sebagai berikut:
a.    Niat untuk berihram
Sebagaimana haji yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW, pelaksanaan ibadah haji di awali dengan mengenakan pakaian ihram . [7]  Jumhur ulama sepakat bahwa ihram tidak sah jika tidak disertai dengan niat yang dilaksanakan pada miqat zamani (waktu tertentu)[8] dan miqat makani (tempat tertentu)[9].  Adapun niat untuk berihram ibadah haji adalah
لَبَّيْكَ الّلهُمَّ حَجاً
Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah untuk berhaji[10]
b.    Thawaf
Berdasarkan pelaksanaan ibadah haji wada’ Rasulullah SAW, thawaf dapat dibedakan menjadi tiga. Thawaf qudum merupakan thawaf yang dilaksanakan pada saat jamaah haji baru tiba di Makah. Bagi jamaah haji yang melakukan haji Qiran dan Ifrad melaksanakan thawaf qudum  ketika tiba di Mekah. Sedangkan bagi yang melaksanakan haji tamattu’, thawaf qudum sudah termasuk dalam thawaf umrah. Thawaf ifadhah merupakan rukun haji yang wajib dilaksanakan oleh jamaah haji dan tidak bisa diganti dengan thawaf lain. Sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.  Thawaf wada’ atau thawaf perpisahan, yaitu  thawaf ketika seseorang akan meninggalkan Makah. Namun, thawaf ini bisa digantikan dengan thawaf ifadhah jika jamaah haji tidak memiliki kesempatan melaksanakannya. [11]
Syarat-syarat thawaf
-          Menutup aurat
-          Suci dari hadats maupun najis
-          Dilakukan tuju kali putaran
-          Tidak melalui hijir ismail
-          Menjadikan ka’bah disebelah kiri
-          Dimulai dan di akhiri di rukun aswadi
c.    Sa’i
Sa’i adalah berjalan di antara bukit shawa dan marwah sebanyak tujuh kali dan dimulai dari bukit shafa berakhir di marwah. Terdapat dua perbedaan pendapat mengenai hukum melaksanakan sa’i. Ibn Umar, Jabir, Aisyah, Imam Malik, As-Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hambal menepakan sa;i sebagai rukun haji. Apabila tidak melaksanakannya maka tidak sah ibadah haji tersebut.  Sedangkan Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan Hasan mengatakan bahwa sa’i adalah wajib haji. Jika tidak melaksanakannya maka wajib bagi jamaah haji membayar dam (denda). Sa’i dilaksanakan sesudah thawaf dan apabila dilaksanakan terbalik maka jamaah haji harus mengulang sa’i. [12]
d.    Wukuf di Arofah
Wuquf di Arofah adalah berdiam diri di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari hingga fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Urgensi wukuf di Arofah dilatarbelakangi oleh Hadits Rasulullah SAW
الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ
“ Haji adalah wukuf di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam pertemuan itu (malam tanggal 10 Dzulhijjah ) sebelum terbit matahari maka sesungguhnya dia mendapatkan haji (HR. Arba’ah)
 Selama di Arafah shalat dilaksanakan secara jama’ qasar. Kegiatan yang dilaksanakan pada saat wukuf adalah dzikir, berdoa, dan mendengarkan khotbah wukuf. [13]
e.    Tahallul
Tahallul adalah perbuatan yang menandai keluar dari keadaan ihrom ke keadaan halal dengan:
1.        Bagi orang laki-laki dengan memotong rambut kepala , atau bercukur. Kalau Bercukur, dimulai dari separoh kepala bagian kanan, kemudian separoh bagian kiri.
Dari Mu'awiyah beliau berkata: Saya telah memotong dari (rambut) kepala Nabi saw. di samping Marwah dengan gunting. (H.R. Bukhari).
Ada hadits yang mcnerangkan: Lalu Nabi memanggil tukang cukur, lalu ia memulai mencukur separoh kepala beliau sebelah kanan, lalu membagikan kepada orang-orang yang hampir kepadanya sehelai atau dua helai rambut, kemudian mencukur separoh kepala beliau yang sebelah kiri. (H.R. Abu Dawud)
2.        Bagi wanita hanya dengan memotong rambut kepala.
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tiada keharusan bercukur bagi perempuan. Perempuan hanya harus memotong (rambut kepala). (H.R. Abu Dawud, Daraquthni dan Thabrani)
Dengan tahallul itu orang yang tadinya berihrom diperkenankan mengerjakan hal-hal yang terlarang karena ihrom, kecuali bersetubuh sampai ia selesai mengerjakan thowaf Ifadloh.
Ibnu Umar berkata: Dan Nabi saw. berifadloh lalu thowaf di Baitullah, kemudian halal beliau mengerjakan segala sesuatu yang tadinya beliau haram melakukannya. (HR. Bukhari).
Bagi yang berihrom untuk Haji, memotong , rambut kepala atau bercukur itu dinamakan tahallul awwal, sedang thowaf lfadloh dinamakan tahallul tsani.
f.      Tertib
Setiap rukun harus dijalankan secara berurutan tidak boleh saling mendahului atau diakhirkan. Jika tidak dilaksanakan dengan tertib maka ibadah haji tidak sah hukumnya.
B.       Wajib, Syarat, dan Rukun Umrah
Umrah artinya berkunjung atau berziarah. Setiap orang yang melakukan ibadah haji wajib melakukan umrah, yaitu perbuatan ibadah yang merupakan kesatuan dari ibadah haji. Pelaksanaan umrah ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 196 yang artinya "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah..."
Mengenai hukum umrah, ada beberapa perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi'i hukumnya wajib. Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi hukumnya sunah mu'akkad (sunah yang dipentingkan).
Umrah diwajibkan bagi setiap muslim hanya 1 kali saja, tetapi banyak melakukan umrah juga disukai, terlebih jika dilakukan di bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya "Umrah di dalam bulan Ramadhan itu sama dengan melakukan haji sekali".
Pelaksanaan umrah
Tata cara pelaksanaan ibadah umrah adalah: mandi, berwudhu, memakai pakaian ihram di mîqât, shalat sunah ihram 2 rakaat, niat umrah dan membaca Labbaik Allâhumma 'umrat(an) (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk umrah), membaca talbiah serta doa, memasuki Masjidil Haram, tawaf, sa'i, dan tahalul.
Adapun Syarat untuk melakukan umrah adalah sama dengan syarat dalam melakukan ibadah haji. Adapun rukun umrah adalah:
1.      Ihram
2.      Tawaf
3.      Sa'i
4.      Mencukur rambut kepala atau memotongnya
5.      Tertib, dilaksanakan secara berurutan
Sementara itu wajib umrah hanya satu, yaitu ihram dari mîqât.


[1] Djamaluddin Dimyati, Op.Cit.,  hlm. 50
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1578
[3] Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid analisa fiqh para mujtahid jilid II,(Jakarta:Pustaka Amani, 2007), hlm.3
[4] Ibid, hlm .4
[5] Ibid, hlm.5
[6] M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia,(Yogyakarta:LkiS,2007),hlm.55
[7] Ibid. Hlm. 44
[8] Waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan ibadah haji yaitu bulan Dzulhijjah
[9] Tempat-tempat tertentu yang ditetapkan rasulullah untuk mengucapkan niat haji atau umrah
[10] Djamaluddin Dimyati, Panduan Haji dan Umrah Lengkap, (Solo:Ira Intermedia,2009), hlm.26
[11] M. Saleh Putuhena, Op.Cit., hlm. 49
[12] Ibid., hlm. 50
[13] Ibid., hlm. 51

No comments:

Post a Comment