Sunday 6 March 2011

Hukum Suap


MA dan KY Harus Periksa Hakim Nugroho!
Senin, 19 April 2010 | 20:26 WIB

Pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah (kiri atas), hakim Nugroho Setiadji dan Anggodo Widjojo.
JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial didesak supaya memeriksa Nugroho Setiadji, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan pra-peradilan Anggodo Widjojo terhadap Kejaksaan Agung.

Konsekuensi putusan hakim Nugroho itu adalah mengoreksi keputusan Kejaksaan Agung yang menyetop perkara pidana dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, sehingga harus diteruskan ke pengadilan.

"Kami minta Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) memeriksa hakim Nugroho Setiadji untuk mengetahui kemungkinan apakah putusan tersebut semata-mata didasari pertimbangan hukum atau motif lainnya," kata Pieter C Zulkifli, anggota Komisi III DPR RI di Jakarta, Senin (19/4/2010).

Menurut politisi Partai Demokrat ini, putusan Nugroho Setiadji telah mencederai rasa keadilan masyarakat. "Putusan itu juga menunjukkan betapa hakim Nugroho Setiadji melupakan sejarah kasus dua pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, yang telah menyita energi publik," katanya.

Pieter menganggap putusan hakim Nugroho juga dapat melemahkan semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan di KPK. "Karena itu, tidak hanya Kejaksaan Agung yang mesti mengajukan banding sesuai ketentuan Pasal 83 ayat 2 KUHAP, tapi MA dan KY harus memeriksa hakim bersangkutan," kata Pieter.



Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat tantangan yang cukup besar. Sebab, dua pimpinannya yang sempat terseret ke pengadilan karena diduga menerima suap dari salah seorang pelaku korupsi akan kembali dihadapkan ke pengadilan. Hakim pengadilan tinggi DKI Jakarta mengabulkan gugatan pra-peradilan Anggodo Widjojo mengenai pencabutan Surat Penghentian Pemeriksaan Pemeriksaan (SP3) dari Kejaksaan Agung terhadap dua  pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Keputusan ini pun menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, penggugat (Anggodo Widjojo) belum tersentuh oleh tangan hukum meskipun ia telah terbukti melakukan suap terhadap beberapa pejabat di tingkat Kepolisian, Kejaksaan, hingga Pengadilan. Disisi yang lain masyarakat telah bersepakat untuk menolak proses hukum terhadap kedua pimpinan KPK tersebut.  
Lembaga peradilan yang berwenang untuk menegakkan hukum wajib bersikap netral dan mampu memposisikan pihak-pihak yang berperkara pada kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Dikabulkannya gugatan pra-peradilan Anggodo wajib disertai oleh bukti-bukti baru yang kuat sebagai dasar gugatan tersebut. Kejelian hakim dalam memeriksa bukti-bukti tersebut diperlukan untuk menjamin adanya supremasi hukum sebagaimana hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ali ra.
   أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي خُطْبَتِهِ الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ

Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda di dalam khutbahnya “adanya bukti bagi penggugat dan sumpah bagi tergugat”. (HR. Tirmidzi)
Dengan adanya bukti-bukti dari penuntut akan memperkuat posisinya di muka pengadilan sedangkan sumpah yang dilakukan oleh para pihak akan memberikan dampak psikologis pada jalannya proses pengadilan.
Pada saat memasuki tahapan persidangan hakim wajib memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti yang diberikan oleh para pihak sehingga pada saat memutuskan perkara hakim telah yakin akan putusannya dan diharapkan mampu mendekati keadilan yang sebenarnya. Rasulullah dalam hal ini juga telah berpesan bahwa:
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ:قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَقَاضَى إِلَيْكَ رَجُلَانِ فَلَا تَقْضِ لِلْأَوَّلِ حَتَّى تَسْمَعَ كَلَامَ الْآخَرِ فَسَوْفَ تَدْرِي كَيْفَ تَقْضِي قَالَ عَلِيٌّ فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا بَعْدُ

Artinya: dari Ali ra. Mengatakan: Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Apabila adadua orang yang meminta keputusan hukum kepadamu, janganlah kamu memutuskan untuk orang yang pertama sebelum kamu mendengarkan keterangan orang kedua, maka kamu akan mengetahui bagaimana harus memutuskan hukum”. Ali ra. Berkata, “setelah itu aku menjadi hakim (yang baik)”. (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ:أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بِيَمِينٍ وَشَاهِدٍ

Artinya: dari Ibnu Abbas ra : “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengadili dengan (adanya) sumpah dan saksi. (HR. Muslim)

Hakim yang menangani kasus ini pun wajib berhati-hati, selain memberikan keadilan kepada kedua belah pihak, kasus ini juga menyangkut kepentingan publik yaitu pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi. Pendapat ini didasarkan pada hadits dari Abi Buraidah ra.

عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: القُضَاةُ ثَلاَثَةٌ، اثْنَانِ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي الجَنَّةِ: رَجُلٌ عَرَفَ الحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الجَنَّةِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الّحَقَّ فَلَمْ يَقْضِ بِهِ، وَجَارَ فِي الحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ لَمْ يَعْرِفِ الحَقَّ، فَقَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْل فَهُوَ فِي النَّارِ رَوَاهُ الأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ
Artinya: dari Buraidah ra. : Rasulullah SAW bersabda: “Hakim ada tiga macam, dua orang berada di neraka, dan yang satu di surga. Hakim yang mengetahui kebenaran dan memutuskan perkara dengannya ia berada di surga, dan hakim yang mengetahui kebenaran dan tidak memutuskan perkara dengannya, dan curang dalam hukum dia berada di neraka, dan hakim yang  tidak tahu akan kebenaran dan meutuskan perkara umat diatas ketidaktahuannya maka ia berada di neraka”. (HR. Arba’ah)
Pesan Rasulullah di atas merupakan peringatan terhadap para hakim agar berhato-hati dalam memerikasa suatu perkara. Pada kasus di atas, Bibit dan Chandra bisa jadi adalah korban dari konspirasi politik oknum-oknum yang memiliki kepentingan oleh karena itu kebenaran putusan hakim PTN DKI Jakarta wajib diperiksa kembali. Namun, tidak menutup kemungkinan Anggodo juga merasa haknya sebagai warga negara telah dilanggar dengan adanya SP3 dari Kejaksaan Agung.
Kesimpulan dari ulasan ini adalah penegakan hukum wajib dilakukan terhadap siapapun jika memang terbukti bersalah. Tidak memperdulikan dia pejabat atau rakyat biasa. Dan hukuman yang diberikan harus ditimpal dengan perbuatannya. Sebagai catatan bahwa penagak hukum yang terbukti bersalah dalam menangani suatu perkara wajib dikanai hukuman dua kali lipat. Rasulullah pun sebagai panutan umat Islam telah mencontohkan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّتْهُمْ الْمَرْأَةُ الْمَخْزُومِيَّةُ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ َخَطَبَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا ضَلَّ مَنْ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ الضَّعِيفُ فِيهِمْ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا

Artinya: Dari ‘Aisyah ra. Berkata: sesunggunya kaum Quraish merasa bingung sengan masalah seorang perempuan dari kabila Makhzumiyah yang telah mencuri. Mereka mengatakan: Siapakah yang akan memberitahukan permasalahan ini kepada rasulullah sa? Dengan serentak mereka menjawab: kami rasa hanya Usamah Ibn Zaid saja, karena ia adalah kekasih rasulullah saw. Kemudian Rasulullah bersabda, “jadi kamu meminta penjelasan terhadap salah satu dari hukum-hukum Allah?” Kemudian beliau berdiri (dan ) berkhutbah, “ Wahai manusia! Sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan bagi umat-umat sebelum kamu adalah apabila mereka mendapati orang mulia mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika yang didapati mencuri adalah orang lemah maka mereka menjatuhkan hukuman kepadanya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad SAW mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya. (HR. Bukhari)
Hadits ini memberikan penjelasan bahwa di mata hukum tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin. Karena setiap orang yang bersalah pada dasarnya wajib dikenakan hukuman terhadapnya tanpa memandang status sosialnya. Jika persamaan di dalam hukum ini tidak dilakukan ada kekhawatiran dari rasulullah bahwa nasib umatnya kelak akan seperti nasib umat-umat terdahulu yang dibinasakan oleh Allah SWT. oleh karena itu kemudian beliau memberikan peringatan.
Sebagai seorang kepala negara, pemimpin keagamaan, seorang yang terpandang di kalangan umatnya rasulullah memberikan ketegasan sikap dalam melakukan supremasi hukum dengan mengandai-andaikan jika Fatimah putri tunggalnya yang beliau cintai melakukan tindakan kriminal maka hukuman yang diberlakukan sesuai dengan ketetapan syariat atau undang-undang yang berlaku. Praktik yang sama pernah dilakukan oleh sahabat Umar ibn Khatab yang menghukum pukul pada anak gubernur mesir Amru bin Ash yang memukul seseorang karena kalah dalam perlombaan.
Wallahu a’lam bi al-shawab   

1 comment: